Ahli Pers Beri Keterangan di PN Pekanbaru, Pemred Harian Berantas Bisa Lepas dari Tuntutan Hukum

Di Baca : 7255 Kali
PEKANBARU (KabarHeadline.com) – Pernyataan Ahli Pers dari Dewan Pers, Herutjahjo Soewardojo pada persidangan lanjutan perkara pencemaran nama baik, Bupati Bengkalis, Amril Mukminin di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru Senin (29/10/2018) lalu, bisa membuka gerbang Terdakwa Toro Laia selaku Pemimpin Redaksi dan Penanggungjawab Harian Berantas, lepas dari tuntutan hukum. Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Media, Riau Media Watch, Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., mengemukan hal itu menjawab Wartawan di ruang kerjanya (02/11/2018) sore. Sebab, katanya, Heru dalam kesaksiannya, pada pokoknya menyebut perkara Toro, selaku Pemimpin Redaksi Harian Berantas.co.id bukan berada di lingkup tindak pidana "Pencemaran Nama Baik" sebagaimana didakwa melanggar Pasal 23 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 Tahun 2016 dengan Ancaman Hukum 4 Tahun Penjara. "Untuk itulah, jauh-jauh hari Dewan Pers sudah menganjurkan agar perkara ini diselesaikan di luar jalur hukum. Karena permasalahannya ada dalam ranah pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Karena ini kasus pemberitaan media. Bukan tindakan pidana. Serta berada dalam lingkup Undang-Undang Pers," kata Heru dalam persidangan, Senin (29/10/2018). "Jika perkara ini tidak masuk ketegori tindak pidana, Toro bisa diputus: lepas dari tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging). Maksudnya, peristiwa yang dituduhkan itu terbukti di persidangan, tetapi bukan suatu tindak pidana," kata Wahyudi yang juga Anggota Dewan Kehormatan, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Pekanbaru itu. Wahyudi kemudian mengutip isi Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi: "Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum." Dijelaskannya, "lepas dari tuntutan hukum", berbeda dengan "bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak)" yang pada intinya, perkara yang didakwakan tidak bisa di buktikan di persidangan sebagaimana diatur Pasal 29 Ayat (1) KUHAP. "Jadi kasus Toro berpeluang ontslag (lepas tuntutan hukum). Bukan vrijspraak (bebas tuntutan hukum). Tinggal bagaimana stratategi Kuasa Hukum Toro mempertajam keterangan Saksi Ahli dari Dewan Pers itu pada Pledoi mereka atas tuntutan Jaksa, nanti. Artinya, pledoi seyogianya bisa memberi deskripsi yang lebih kuat bahwa perkara ini tidak masuk ranah pidana," kata Wahyudi. Menurut penulis buku-buku jurnalistik itu, kehadiran Saksi Ahli dari Dewan Pers, dalam persidangan tersebut merupakan respon Majelis Hakim terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 13 Tahun 2008. Surat Edaran Nomor: 14/Bua.6/HS/SP/XII/2008, Tanggal 30 Desember 2008 itu ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan pengdilan Tinggi di seluruh Tanah Air, agar meminta/mendengar Kesaksian Ahli dalam setiap perkara Delik Pers. Surat Edaran ini, katanya merupakan antisipasi terhadap polemik tentang UU Pers, apakah masuk lex specialis derogat legi generali’ atau tidak. Selain itu, jelasnya agar majelis juga mendapat gambaran objektif tentang perkara yang disidangkan. "Itu tujuan Surat Edaran Mahkamah Agung ini. Karena ahli Pers yang paham seluk-beluk dan permasalahan Pers," ujar Wahyudi yang juga Direktur Utama Lembaga Pendidikan Wartawan Pekanbaru Journalist Center (PJC) itu. Wahyudi berharap, wartawan dalam menulis berita persidangan kasus ini tidak terjebak Trial by The Press (mendahului) putusan pengadilan. Namun, apapun dalihnya, katanya, jika Toro dihukum bersalah, tetap menjadi preseden buruk bagi komunitas Pers tanah air. "Tentu itu tidak kita harapkan," tegasnya. Perlu dijelaskan, Toro Laia melalui media yang dipimpinnya harianberantas.co.id mengawali perkara ini dengan memuat sedikitnya 8 (depalan) edisi pemberitaan seputar kasus itu yang diduga menyatakan Bupati Bengkalis Amril, selaku mantan Anggota DPRD Bengkalis‎, terlibat dana korupsi Bansos. Namun tak kunjung disidik. Atas berita-berita itu, pada Januari 2017 Amril pun melaporkan harianberantas.co.id dan/atau Toro Laia selaku wartawan media tersebut ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Atas laporan itu, pihak Subdit II Unit ITE Ditreskrimsus Polda Riau berkonsultasi ke Dewan Pers atas berita itu. Dewan Pers pun menerima aduan pihak Amril Mukminin selaku Pengadu terhadap Toro selaku Teradu sebagai bagian dari sengketa Pemberitaan dan menilai bahwa Toro telah melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers pun menurunkan 4 (empat) poin Rekomendasi dalam Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang mesti dipenuhi: Kesatu, Toro wajib menerbitkan Hak Jawab dari Amril sebanyak 8 kali setelah Hak Jawab diterima dan disertai permohonan maaf. Kedua, Amri wajib mengajukan Hak Jawab kepada Harianberantas.co.id paling lambat 7 hari kerja setelah PPR ini diterima dan mengacu pada Peraturan tentang Pedoman Hak Jawab. Ketiga, Toro diwajibkan memenuhi ketentuan yang diatur oleh Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers. Keempat, harianberantas.co.id wajib memuat isi seluruh poin PPR tersebut dalam medianya. "Semua Poin sudah kita laksanakan. Terutama, poin kedua, ketiga dan keempat. Toro bahkan sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW), sebagai bagian dari poin ketiga. Namun, untuk poin Kesatu, pihak Pengadu (Amril-red) justru tak pernah mengirimkan Hak Jawab," ungkap Kuasa Hukum Toro, Jusman, S.H., M.H. Meski demikian, lanjut Jusman, Toro bahkan mengambil inisiatif menerbitkan berita tanggapan/hak jawab serangkaian pengaduan sang Bupati Bengkalis itu pada bulan November 2017 disertai dalam isi kemasan berita termuat permintaan maaf. "Hingga hari ini, justru Hak Jawab dari Bupati, Amril Mukminin yang tak pernah muncul," pungkasnya.*** Sumber : Erapublik Editor : Ricky


[Ikuti KabarHeadline.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar